POTENSI PENGEMBANGAN KEMIRI DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
Pendahuluan
Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) tergolong wilayah yang memiliki produk Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) cukup beragam. Salah satu produk tersebut adalah kemiri (Aleurites mollucana) yang secara jelas dan nyata memiliki kecenderungan permintaan terus meningkat setiap tahunnya. Potensi kemiri menyebar di berbagai Kabupaten/Kota di wilayah Provinsi NTB. Tanaman kemiri telah lama diketahui sebagaikomoditi HHBK yang sangat penting dan potensial untuk berbagai penggunaan dan sumber penghasilan masyarakat. Berbagai macam produk dapat dihasilkan dari bahan baku kemiri dan secara nyata telah memberikan kontribusi terhadap pendapatan masyarakat. Produk kemiri juga telah lama menjadi bagian penting dalam kehidupan masyarakat NTB. .
Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) tergolong wilayah yang memiliki produk Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) cukup beragam. Salah satu produk tersebut adalah kemiri (Aleurites mollucana) yang secara jelas dan nyata memiliki kecenderungan permintaan terus meningkat setiap tahunnya. Potensi kemiri menyebar di berbagai Kabupaten/Kota di wilayah Provinsi NTB. Tanaman kemiri telah lama diketahui sebagaikomoditi HHBK yang sangat penting dan potensial untuk berbagai penggunaan dan sumber penghasilan masyarakat. Berbagai macam produk dapat dihasilkan dari bahan baku kemiri dan secara nyata telah memberikan kontribusi terhadap pendapatan masyarakat. Produk kemiri juga telah lama menjadi bagian penting dalam kehidupan masyarakat NTB. .
Selain dari alam, masyarakat di NTB sudah sejak lama telah memanfaatkan kemiri sebagai suatu usaha keluarga yang dapat menjadi salah satu sumber pendapatan keluarga. Hutan atau kebun kemiri sebagai salah satu bentuk usaha kehutanan masyarakat tentunya akan dapat berkembang seiring dengan semakin penting dan berharganya produk kemiri sebagai komoditi ekonomi dan perdagangan. Hal ini dapat terlihat dari keberadaan industri-industri pengolahan yang berbahan baku kemiri yang terdapat di Pulau Lombok maupun Sumbawa.Melihat kondisi tersebut, kemiri memiliki prospek yang cukup menjanjikan sebagai alternati produk substitusi untuk menekan kebutuhan kayu khususnya untuk kayu bakar. Bagi masyarakat NTB yang selama ini membudidayakan tanaman kemiri, mereka memiliki anggapan bahwa tanaman kemiri selain sebagai barang ekonomis juga bernilai konservasi yang dapat mendukung pendapatan ekonomi keluarga (investasi). .
Namun demikian, sampai saat ini data dan informasi mengenai potensi kemiri di wilayah Provinsi NTB masih sangat minim. Padahal secara riil komoditi kemiri telah mendukung aktivitas industri khususnya industri rumah tangga di NTB, menjadi barang substitusi kayu yang semakin langka, dan secara rutin tetap dibutuhkan untuk kebutuhan domestik rumah tangga. Terlebih lagi saat ini penghapusan subsidi BBMT mulai diberlakukan oleh pemerintah maka upaya serius sejak dini untuk mencari bahan bakar alternatif adalah sebuah keniscayaan. Anjuran pemerintah untuk melakukan konversi Bahan Bakar Minyak Tanah (BBMT) ke Batu Bara (BB), briket, tenaga surya atau elpiji masih sulit untuk diimplementasikan. Merujuk pada kondisi tersebut, pemanfaatan cangkang kemiri sebagai salah satu alternatif bahan bakar yang murah, ramah lingkungan dan terbarukan merupakan salah satu pilihan yang patut untuk dikembangkan di masa mendatang terlebih potensi kemiri di Provinsi NTB cukup menjanjikan. .
Sebaran Tanaman Kemiri di NTB .
Di Pulau Lombok, pohon kemiri umumnya mudah kita jumpai di kawasan hutan, seperti kawasan hutan lindung Sesaot yang dikelola masyarakat dalam bentuk program Hutan Kemasyarakatan (HKm). Berbeda halnya dengan Pulau Sumbawa, pohon kemiri lebih banyak kita dapat jumpai pada lokasi kebun milik masyarakat. Pohon kemiri yang tumbuh di lahan Hkm di Pulau Lombok memiliki kecenderungan tumbuh ke atas karena ditanam dengan jarak tanam yang cukup rapat sehingga produktivitasnya tidak terlalu tinggi. Berdasarkan fisiologinya, kemiri merupakan salah satu jenis tanaman tahunan yang berbuah di ranting sehingga semakin banyak ranting maka tingkat produktivitasnya akan semakin tinggi. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh FFI-IP Lombok Project bahwa sebaran dan potensi kemiri di Provinsi Nusa Tenggara Barat tahun 2011 dapat di lihat pada tabel berikut:
Di Pulau Sumbawa, pohon kemiri banyak dibudidayakan pada ladang-ladang milik petani dengan jarak tanam rata-rata 10 x 10 meter yang menyebabkan pohon kemiri memiliki cabang dan ranting yang cukup banyak. Kondisi ini menyebabkan produktivitas kemiri di Pulau Sumbawa jauh melebihi produktivitas kemiri di Pulau Lombok. Jumlah produksi Kemiri di Pulau Sumbawa mencapai 22.400 ton/tahun jauh melebihi rata-rata produksi kemiri di Pulau Lombok yang sebesar 2.955 ton/tahun. Dengan demikian, total produksi kemiri di Provinsi NTB saat ini mencapai 25.355 ton/tahun. .
Nilai Ekonomis Kemiri
Sebagai informasi, sampai dengan saat ini belum ada petani yang melakukan proses pengolahan pasca panen kemiri. Pengolahan pasca panen (pemecahan dan pengeringan biji) dilakukan oleh para tengkulak/pengepul. Para pengepul yang memecahkan buah kemiri tersebar di Pulau Lombok yaitu di Lombok Utara, Narmada, Mandalika dan Pancor Dao serta sebagian berada di Kabupaten Lombok Timur. Dikarenakan tidak ada petani yang melakukan pemecahan buah, penjualan buah kemiri dilakukan secara gelondongan (dengan kulitnya). Rata-rata harga jual saat ini berkisar antara Rp 5.000-6.000,-/kg kotor (gelondongan). Hanya sebagian kecil petani menjual kemiri di pasar lokal /tradisional untuk kebutuhan domestik rumah tangga di daerah masing-masing. Biasanya, penjualan tersebut dilakukan langsung oleh para kaum perempuan. Para petani menjual kemirinya pada tengkulak dan pedagang pengumpul (pengepul). Pengepul tingkat pertama memasarkan kembali pada pengepul selanjutnya dan pada tingkatan pengepul tertentu, pemecahan dan pengeringan dilakukan. Setelah pemecahan tersebut biji kemiri dipasarkan ke Bali, Surabaya dan Jakarta. .
Berdasarkan hasil survey Lembaga Penelitian Universitas Mataram Desember 2009, bahwa jumlah oven tembakau di Pulau Lombok mencapai 15.715 buah. Jika satu oven memerlukan rata-rata 1.300 kg cangkang kemiri, maka total kebutuhan cangkang kemiri untuk 15.715 oven mencapai 20.429 ton cangkang kemiri untuk satu periode pengovenan. Dalam rangka pemenuhan kebutuhan bahan bakar pengovenan tembakau, maka komoditas kemiri (khususnya bagian cangkang) dapat dimanfaatkan sebagai alternatif pilihan. Selain memiliki kemampuan bakar seperti kayu lainnya, cangkang kemiri yang tebal mampu memberi energi panas yang cukup tinggi dibandingkan dengan bara api dari kayu bakar. Dengan demikian, tidaklah berlebihan jika dikatakan cangkang kemiri merupakan salah satu alternatif solusi dan pilihan untuk pemenuhan kebutuhan energi masyarakat dan industri di Pulau Lombok dan Provinsi NTB pada umumnya. .
[red. ffi-ip lombok@2011)
Nilai Ekonomis Kemiri
Sebagai informasi, sampai dengan saat ini belum ada petani yang melakukan proses pengolahan pasca panen kemiri. Pengolahan pasca panen (pemecahan dan pengeringan biji) dilakukan oleh para tengkulak/pengepul. Para pengepul yang memecahkan buah kemiri tersebar di Pulau Lombok yaitu di Lombok Utara, Narmada, Mandalika dan Pancor Dao serta sebagian berada di Kabupaten Lombok Timur. Dikarenakan tidak ada petani yang melakukan pemecahan buah, penjualan buah kemiri dilakukan secara gelondongan (dengan kulitnya). Rata-rata harga jual saat ini berkisar antara Rp 5.000-6.000,-/kg kotor (gelondongan). Hanya sebagian kecil petani menjual kemiri di pasar lokal /tradisional untuk kebutuhan domestik rumah tangga di daerah masing-masing. Biasanya, penjualan tersebut dilakukan langsung oleh para kaum perempuan. Para petani menjual kemirinya pada tengkulak dan pedagang pengumpul (pengepul). Pengepul tingkat pertama memasarkan kembali pada pengepul selanjutnya dan pada tingkatan pengepul tertentu, pemecahan dan pengeringan dilakukan. Setelah pemecahan tersebut biji kemiri dipasarkan ke Bali, Surabaya dan Jakarta. .
Berdasarkan hasil survey Lembaga Penelitian Universitas Mataram Desember 2009, bahwa jumlah oven tembakau di Pulau Lombok mencapai 15.715 buah. Jika satu oven memerlukan rata-rata 1.300 kg cangkang kemiri, maka total kebutuhan cangkang kemiri untuk 15.715 oven mencapai 20.429 ton cangkang kemiri untuk satu periode pengovenan. Dalam rangka pemenuhan kebutuhan bahan bakar pengovenan tembakau, maka komoditas kemiri (khususnya bagian cangkang) dapat dimanfaatkan sebagai alternatif pilihan. Selain memiliki kemampuan bakar seperti kayu lainnya, cangkang kemiri yang tebal mampu memberi energi panas yang cukup tinggi dibandingkan dengan bara api dari kayu bakar. Dengan demikian, tidaklah berlebihan jika dikatakan cangkang kemiri merupakan salah satu alternatif solusi dan pilihan untuk pemenuhan kebutuhan energi masyarakat dan industri di Pulau Lombok dan Provinsi NTB pada umumnya. .
[red. ffi-ip lombok@2011)
Summary
West Nusa Tenggara Province is an area
that has a variety of Non-Timber Forest Products (NTFPs) Among these products
is Candlenut (Aleurites mollucana), where the demand continues to increase every year. Candlenut
spread in various districts in the province NTB and has long been known as a very important
NTFPs commodity by the people due to it
various usesand sources of public income. Wide range of products can be
produced from Candlenut and has
contributed significantly to the income of the community.
Society in the NTB has long been
utilizing candlenut as a family business to generate income for the household.
Forest or candlenut orchard in the form of community forestry will
certainly be developed in line with the
increasing important and valuable of candlenut as economy and trade commodity. This can be seen from the existence
of processing industries found on the island of Lombok and Sumbawa. Thus, based on these
situation, the candlenut has a promising prospect as an alternative products to substitute the need
of wood, especially firewood. Apart from source of income, the people of NTB believe candlenut
have conservation value.
However, until now, data and information
on potential of candlenut in the province of NTB is still limited. This is contradicting to its role of
supporting the industry, in particular, home industry where candlenut commodity have been used as
substitute to wood due to its scarcity and routinely needed for domestic use. Moreover, removal of
subsidies on kerosene by the government requires serious effort in regard with searching alternative
source of fuels. Despite government recommendation to convert kerosene usage to coal, briquettes,
solar power or LPG, many difficulties are found in its implementation in the
field level. Referring to these conditions, the utilization of candlenut shell
has high potential as an alternative fuel due to its low price, environmentally
friendly and renewable source of energy
which deserves to be developed in the future, especially, in the province of
NTB where candlenut potency is promising.
Distribution of Candlenut in NTB
In Lombok, candlenut trees are generally
easy to find in the forest, for example in the protected forest of Sesaot, where it is managed by the
community in the form of Community
Forestry programme (HKm). Unlike the
case with Sumbawa, more candlenut trees can be found the private land (community's garden). Candlenut trees
growing on HKm land in Lombok has a tendency to have less production as a result of narrow
spacing during planting. Based on its physiology characteristics, candlenut trees is one type
of annual plants that fruit in the branches, thus more branches will boost the level of productivity.
A survey conducted by FFI-IP Lombok
Project on the distribution and
potential of candlenut in West Nusa Tenggara Province in 2011 can be seen in the following table:
Table 1. Distribution and Potency of Candlenut in NTB
Province
While in Sumbawa, candlenut tree is
cultivated in private land by farmers with an average spacing of 10 x 10
meters, which resulted more branches.
This condition causes the productivity of candlenut in Sumbawa far exceeds the productivity of candlenut in Lombok. Candlenut
production in Sumbawa reach 22,400 tons/year far exceeds the average production
of candlenut in Lombok of 2955
tons/year. Thus, the total candlenut production in the province currently
reaches 25,355 tons/year.
Economic Value Analysis of
Candlenut
Until recently, no farmers have
performed post-harvest processing of candlenut. Post-harvest processing
(splitting and drying seeds) is conducted by the middlemen/collectors.
Post-harvest activity of candlenut is spread across Lombok, these locations includes
North Lombok, Narmada, Pancor Dao, Mandalika and some are in East Lombok. Because
no farmers carry out post-harvest activity, candlenuts are sold in the spindles
(with skin). The average selling price currently ranges between Rp.
5000-6000,-/kg (spindles). A small proportion of farmers sells candlenut at
local/traditional markets to ful fill households needs and usually, sale is
done by the women, while other portion are sold by the farmers to middlemen and
collectors. After processing of candlenut, the candlenuts are marketed to Bali,
Surabaya and Jakarta.
Based on survey of the Research
Institute of University of Mataram in December 2009, the quantity of tobacco
oven in Lombok reached 15,715 units. If the oven requires an average of 1,300
kg of candlenut shells, the total requirement of candlenut shells for 15,715
unit oven reaches 20,429 tons for a period of tobacco drying. In order to meet
these numbers, candlenut (notably the shell) can be utilized as an alternative
option. Not only having the same burning ability as wood, thick candlenut shell
provides higher heat energy when compared with firewood. In conclusion,
candlenut shell is one of the alternative solutions and options for meeting the
energy needs of society and industry in Lombok and West Nusa Tenggara Province
in general.
2011 (c) ffi.ip.lombok project
Tidak ada komentar:
Posting Komentar