Kamis, 05 Januari 2012

PROSPEK PENGEMBANGAN JARAK KEPYAR DI NTB ; Sebagai Energi Alternatif Terbarukan dan Strategi Konservasi Berkelanjutan [THE PROSPECTS OF CASTOR BEAN DEVELOPMENT IN NTB: As Alternative Energy Renewable and Sustainable Conservation Strategy]


PROSPEK PENGEMBANGAN JARAK KEPYAR DI NTB ;
Sebagai Energi Alternatif Terbarukan dan Strategi Konservasi Berkelanjutan


Pengantar
Salah satu potensi sumberdaya alam yang dimiliki Provinsi NTB dalam rangka mendukung pembangunan daerah adalah keberadaan lahan kering yang membentang cukup luas di wilayah daratan NTB.  Luas lahan kering di Provinsi NTB diperkirakan mencapai 1,8 juta ha, melihat potensi lahan kering yang begitu besar tentunya lahan kering memiliki prospek yang cukup menjanjikan untuk dikelola secara optimal guna mendukung percepatan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi masyarakat.  Lahan kering memiliki karakteristik yang khas sehingga perlu kehati-hatian dalam menentukan jenis usaha tani yang akan dikembangkan.  Berdasarkan pengalaman selama ini, salah satu usaha tani yang dapat dikembangkan di lahan kering adalah jarak kepyar (Ricinus communis).

Jarak kepyar (Ricinus communis) merupakan tanaman perkebunan yang dapat digolongkan kedalam kelompok tanaman semusim dengan umur panen berkisar antara 3 s/d 4 bulan.  Adapun varietas jarak kepyar yang selama ini biasa dibudidayakan masyarakat NTB adalah asam bagus dan beak amor.  Meskipun usaha tani jarak kepyar sudah dipraktekan cukup lama namun petani sampai dengan saat ini masih kerap menghadapi tantangan mulai dari aspek teknis budidaya hingga pemasaran hasil.  

Beberapa tantangan utama dari sisi teknis budidaya yang dirasakan petani jarak kepyar, diantaranya ; (1) serangan hama ulat, (2) varietas yang digunakan berumur panjang dan (3) produktivitas yang rendah.  Merujuk pada pada kondisi tersebut dan dalam rangka mendukung peningkatan ekonomi masyarakat lahan kering dengan pengembangan usahatani jarak kepyar diperlukan adanya inovasi seperti pemilihan varietas jarak kepyar yang berumur pendek (genjah), produktivitas tinggi serta tahan terhadap serangan hama dan penyakit.   
                              .
Perkembangan terakhir saat ini, kecenderungan permintaan terhadap biji jarak kepyar terus meningkat hal ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa pasar untuk jarak kepyar masih sangat terbuka.  Salah satu faktor yang membuat permintaan jarak kepyar tetap stabil bahkan cenderung meningkat dikarenakan bentuk pemanfaatannya yang cukup beragam disamping sebagai penghasil minyak juga sebagai bahan bio diesel.  Potensi tanaman jarak kepyar sebagai penghasil minyak dapat dijadikan sebagai alternatif energi untuk mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap minyak tanah maupun kayu bakar.

Krisis Energi di Pulau Lombok 


Saat ini Pulau Lombok dihadapi dengan permasalahan yang cukup serius akan kebutuhan energi baik untuk kebutuhan industri maupun rumah tangga.  Oleh karena itu, Fauna & Flora International-Indonesia Programme (FFI-IP) melalui program biomassa mencoba untuk mengembangkan jarak kepyar sebagai alternatif energi terbarukan untuk mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap minyak tanah dan kayu bakar.  Belum lama ini  FFI-IP bekerjasama dengan UD. Willy Wijaya, PT. Decco Trading dan APJARINDO NTB sedang mengembangkan jarak kepyar di Kecamatan Pringgabaya dan Jerowaru Kabupaten Lombok Timur yang nantinya diharapkan dapat mendorong upaya pemerintah daerah untuk mengembangkan sumber-sumber energi alternatif di masa mendatang.

Sebaran Tanaman Jarak Kepyar di Provinsi NTB

Berdasarkan hasil survey yang telah dilakukan oleh FFI-IP Lombok Project, sebaran dan luas areal pengembangan jarak kepyar di Provinsi NTB tahun 2011 disajikan dalam tabel sebagai berikut:




Prospek Usahatani Jarak Kepyar

Melihat keberadaan lahan kering NTB yang begitu luas dan tingginya permintaan pasar terhadap biji jarak kepyar tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa usahatani jarak kepyar memiliki propsek yang baik dan menjanjikan untuk terus dikembangkan di masa mendatang.  Saat ini sudah ada beberapa investor yang mengusahakan jarak kepyar dengan membangun kemitraan dengan kelompok-kelompok tani baik di Pulau Lombok maupun Sumbawa, diantaranya ; (1) PT. BEGE (Better Earth Green Energy), (2) PT. Bio Green Land, (3) PT. Decco Trading dan  (4) UD. Willy Wijaya. Bentuk kemitraan yang dikembangkan selama ini antara perusahaan dengan kelompok tani mulai dari  proses produksi sampai pemasaran hasil.  Sebagai  gambaran, luas areal penanaman jarak kepyar di NTB mencapai 4.985 ha dengan tingkat rata-rata produksi sebesar 6.000kg/ha sehingga diperoleh total produksi sebesar 29.910.000 kg (2.991 ton).  Adapun harga jual biji jarak kepyar di pasaran saat ini sebesar Rp 6.000/kg.
Berdasarkan uraian diatas, dengan tingkat produksi sebesar 6.000kg/ha tentunya dapat memberikan nilai tambah yang  cukup tinggi bagi petani.  Dengan asumsi 1 ha mampu ditanami jarak kepyar sebanyak 1.600 batang, dimana 1 tanaman rata-rata menghasilkan 5 kg maka akan dihasilkan 8.000 kg/ha. Mengacu pada harga jual saat ini sebesar Rp 6.000/kg maka pendapatan yang diperoleholeh petani dari lahan seluas 1 ha mencapai Rp 40 juta, asumsi biaya produksi sebesar Rp 10 juta maka keuntungan yang diperoleh sebesar Rp 30 juta.
------------------------------------------------------------------------------------
-----------------------------------------------------------------------------------

 >>> English Languange


THE PROSPECTS OF CASTOR BEAN DEVELOPMENT IN NTB: As Alternative Energy Renewable and Sustainable Conservation Strategy





Kepyar Fruit Ready for Harvest
Location: Pemongkong, Jerowaru Distric,
East Lombok , NTB.
Expanse of Castor Bean
Location : Amor-amor, Bayan Distric,
North Lombok, NTB.
Castor Bean Product ready for Sale
Location: Pringgabaya, Pringgabaya Distric,
East Lombok, NTB.
Castor Bean Seeds
Location: Pringgabaya, Pringgabaya District,
East Lombok , NTB.


Introduction

One of the potential of natural resources owned by the Nusa Tenggara Barat (NTB) Province in order to support regional development is the existence of dry land that stretches wide enough in the mainland NTB. Dry land area in the NTB Province is estimated at 1.8 million ha, look at the potential of such a large dry land must have a prospect who is promising to be managed in an optimal fashion to support the accelerated development and economic growth. Dry land has unique characteristics that need to be careful in determining the type of farming that will be developed.  Based on experience so far, one of which can be developed farming on dry land is the castor bean (Ricinus communis).

Castor Bean (Ricinus communis) is a plantation crop that can be classified into groups by age harvest seasonal crops ranging from 3 s/d 4 months. The castor bean varieties that have been commonly cultivated society NTB are asam bagus and amor beak. Although castor bean farming has been practiced long enough but farmers until now still often face challenges ranging from technical aspects of cultivation to marketing results. Some of the major challenges in terms of the perceived technical cultivation of castor bean farmers, among others: (1) caterpillar pests, (2) long-lived varieties are used and (3) low productivity.  Referring to the conditions and in order to support the improvement of the local economy with the development of dry land farming castor bean necessary to innovations like the selection of castor bean varieties are short-lived (genjah), high productivity and resistance to pests and diseases

At this time, the tendency of the demand for castor bean seeds continued to increase this implies that the market for castor bean is still very open.  One factor that makes castor bean demand remained stable and even tended to increase due to the form of utilization is quite diverse as well as an oil producer as well as bio diesel. Potential as a producer of castor bean oil plants can be used as an alternative energy to reduce dependence on firewood and kerosene.

The Energy Crisis in the Island of Lombok 

Currently the island of Lombok faced with problems serious enough to need the energy for both
industrial and domestic needs. Therefore, Fauna & Flora International - Indonesia Programme

(FFI-IP) through the biomass program trying to develop castor bean as an alternative renewable energy to reduce dependence on kerosene and firewood. FFI-IP is currently working with UD. Willy Wijaya, PT. Decco Trading and APJARINDO NTB is developing castor bean in Jerowaru and Pringgabaya District, East Lombok Regency which might be expected could encourage local governments to develop alternative energy sources in the future.

Distribution of Castor Bean Plants in NTB

Based on survey results conducted by FFI-IP Project Lombok, distribution and development acreage of castor bean in the NTB year 2011 is presented in the following table :


The Prospect Farm of Castor Bean

NTB see where dry land is so vast and the high market demand for castor bean seed is no exaggeration to say that farming castor bean has good prospects and promises to continue to be developed in the future.  Currently, there are some investors who seek to castor bean by building partnerships with farmer groups in both the island of Lombok and Sumbawa, including: (1) PT. BEGE (Better Earth Green Energy),  (2) PT. Bio Green Land, (3) PT. Decco Trading and (4) UD. Willy Wijaya. Forms developed during this partnership between companies and farmers' groups ranging from the production process to marketing. As an illustration, the area under cultivation of castor bean in NTB reached  4.985 ha with an average production rate of 6.000kg/ha order to obtain the total production of 29.91 million kg (2991 tons). The selling price of castor bean seeds on the market today is Rp 6.000/kg.

Based on the description above, with a production rate of 6.000kg/ha certainly can provide added value high enough for farmers.  Assuming a 1 ha can be planted about 1,600 stems of castor bean, a plant where the average yield of 5 kg it will produce 8000 kg/ha. Referring to the current selling price of Rp 6.000/kg then the income earned by farmers from the land area of  1 ha reached Rp 40 million with the assumption that the production cost of Rp 10 million it earned profits of Rp 30 million.

[Document FFI-IP Lombok Project (c)2011].

Tidak ada komentar:

Posting Komentar